• Pemerintah Aceh Lakukan Pertemuan Tindak Lanjut dengan Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah RI
  • Wakil Gubernur Aceh Fadlullah Dengarkan Langsung Keluh Kesah Mahasiswa Aceh di Malang
  • Wakil Gubernur Aceh Fadlullah Dengarkan Langsung Keluh Kesah Mahasiswa Aceh di Malang
  • Aceh Raih Gold Award UB Halalmetric 2025, Komitmen Memperkuat Ekosistem Halal dan Wisata Syariah
  • Wakil Gubernur Fadhlullah Pastikan Asrama Mahasiswa di Malang Segera Direnovasi

Pemerintah Aceh Desak Kementerian ATR Segera Bentuk Tim Pengalihan Kanwil Pertanahan Aceh

Kepada Dinas Pertanahan Aceh, Edi Yandra saat memberikan pendapat mewakili Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Rabu, 25 September 2019. Foto BPPA

JAKARTA - Pemerintah Aceh mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) segera membentuk Tim Pengalihan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh menjadi Badan Pertanahan Aceh (BPA). 

Hal itu disampaikan Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, M.T., melalui Kepala Dinas Pertanahan Aceh, Dr. Edi Yandra, S.STP., MSP., di hadapan Anggota Komisi II DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 September 2019, siang.

Edi Yandra menjelaskan, hingga saat ini sejak Perpres Nomor 23 Tahun 2015 ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo, implementasi terkait isi Perpres tersebut belum dijalankan.

"Oleh karena itu, hari ini kita menyampaikan dua poin penting terkait masalah ini. Pertama, menindaklanjuti Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kemudian menindaklanjuti Perpres Nomor 23 tahun 2015 dan juga menindaklanjuti Perpres Nomor 95 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Aceh," jelas dia.

Adapun poin kedua, lanjut dia, perlu segera dilakukan revisi terhadap Perpres Nomor 23 Tahun 2015 untuk penyesuaian dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

"Secara sosiologi, UU tersebut merupakan salah satu alat untuk mencapai kemakmuran dan keadilan bagi masyarakat Aceh, sehingga apabila pengelolaan dilaksanakan oleh pemerintah daerah nantinya dapat mencapai masyarakat yang adil dan makmur," ujarnya.

Dia melanjutkan, adapun dari aspek filosofis, kepemilikan tanah oleh masyarakat merupakan hal yang hakiki dan fundamental sehingga pengelolaannya dapat meningkatkan harkat dan martabat masyarakat. 

Sedangkan aspek politis, implementasi UU tersebut juga merupakan salah satu dasar perdamaian Aceh dari butir-butir MoU Helinsiki tahun 2005 dalam mewujudkan otonomi khusus bagi Provinsi Aceh.

"Karena itu, kita berharap Komisi II, mendorong secepatnya agar kementerian segera membentuk tim pengalihan tersebut agar perintah Presiden segera bisa dijalankan," jelas dia.

Anggota Tim Pengawalan UUPA, Prof. Jamal, mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat terhadap komitmen yang telah dibuat melalui Perpres Nomor 23 Tahun 2015.

"Karena itu, perlu kami sampaikan pula kepada bapak-bapak pimpinan dan anggota Komisi II ini supaya pemerintah harus cepat menyelesaikan persoalan tersebut sebelum terjadi masalah besar. Jangan sampai, masalah ini baru diperhatikan jika masalah besar itu terjadi," ungkapnya.

Sampai saat ini, lanjutnya, masyarakat bertanya-tanya kemana aspirasi MoU Helinski tersebut. Jangan sampai, kata dia, kepercayaan masyarakat Aceh kepada pemerintah pusat tercoreng lagi.

"Sebagaimana kita pahami bersama bahwa Aceh dulu daerah yang bergolak tetapi berakhir dengan tercapainya kesepakatan melalui MoU Helsinki dan lahirnya UUPA. Namun jika UUPA tersebut tidak direalisasikan juga, maka ditakutkan masyarakat kecewa lagi," jelas dia.

Sementara, Wali Nanggroe, Paduka Yang Mulia (PYG), Tengku Malik Mahmud Al-Haythar mengingat pemerintah agar tidak membuat Aceh kecewa lagi. Dia mengisahkan bagaimana dirinya bersama berbagai pihak memperjuangkan perdamaian Aceh. Bahkan, hari ini banyak negara yang belajar kepada Aceh bagaimana menangani konflik secara cepat dan baik.

"Kita sudah sangat lama memperjuangankan perdamaian Aceh mulai dari Soeharto, Gusdur, Bu Mega, dan Aceh damai saat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Artinya, jangan sampai pemerintah pusat mengecewakan masyarakat," jelas dia.

Pertemuan itu juga dihadiri tokoh Aceh yang ikut menggodok UUPA, Ahmad Farhan Hamid, wakil rakyat di Senayan, Muslim, dan H. Sudirman atau lebih dikenal Haji Uma.

Turut hadir dalam pertemuan ini praktisi hukum, T. Nasrullah, dan Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) Almuniza Kamal.

Dari Kementerian Dalam Negeri, hadir Dirjen Otda, Akmal Malik, dan Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang.