PRESS RILIS
Jakarta - Pemerintah Aceh melalui Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) kembali memfasilitasi pemulangan seorang warga Aceh Utara, Muchsin (31) yang dipulangkan bersama empat nelayan dari Thailand pada 18 Februari 2022 lalu, ke Indonesia.
Muchsin diketahui mengalami karam kapal kecil bersama dua rekannya, Muhammad Azmi (24), dan M Yusuf (50) di perairan selat Malaka, sebelum ditahan di Thailand bersama lima nelayan yang membawa sarang burung walet tanpa dokumen impor.
Ia yang telah menjalani karantina di Wisma Atlit Pademangan, Jakarta, selama 10 hari akan dipulangkan ke Geudong, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, melalui jalan darat dengan menumpangi bus Putra Pelangi, lewat terminal bus Pulo Gebang, Jakarta Timur, Kamis, 3 Maret 2022 besok.
Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) Almuniza Kamal S.STP, M.Si mengatakan, pihaknya baru mengetahui keberadaan Muchsin di Wisma Atlit Pademangan setelah selesai masa karantina. Karena diberitakan sebelumnya ia sudah pulang ke Aceh secara mandiri.
"Kita baru mendapatkan laporan dari Satgas Covid-19 di Wisma Atlit, bahwa ada seorang warga Aceh lagi yang baru selesai karantina, dan dipulangkan dari Thailand beberapa waktu lalu," katanya.
Almuniza menambahkan, jika diketahui Muchsin belum pulang ke Aceh, maka akan dipulangkan bersama dengan seorang nelayan, Alaudin yang diberangkatkan hari ini (Rabu) melalui jalur darat juga.
"Sedangkan, tiga nelayan lainnya, yakni Junaidi, Riki Ardian dan Zainal Arifin sudah duluan dipulangkan oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melalui pesawat, di hari yang berbeda," katanya.
Ia menjelaskan, sebenarnya Muchsin bersama dua rekannya, Muhammad Azmi, dan M Yusuf merupakan warga biasa yang mengalami karam kapal kecil saat memancing ikan di kawasan perairan Selat Malaka, sekitar tanggal 23 Mei 2022.
"Kemudian mereka dibantu oleh lima nelayan yang diketahui membawa sarang burung walet, setelah sempat terombang-ambing di lautan," kata Almuniza.
Diketahui, tujuh nelayan asal Aceh ditahan di Thailand pada 25 Mei 2021 lalu, akibat membawa sarang burung walet tanpa dokumen impor. Namun, mereka dibebaskan setelah mendapatkan pengampunan dari Raja Thailand IX yang berulang tahun.
Sementara yang sudah dipulangkan ke Indonesia baru lima orang. Sementara dua orang nelayan lagi, belum bisa dipulangkan karena positif Covid-19 saat menjalani tes.
Almuniza mengatakan, ketujuh nelayan berasal dari Aceh Timur yang berlayar menggunakan KM Antamela itu, berangkat dari Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara, pada 22 Mei 2021, dengan tujuannya ke Pelabuhan Satun, Thailand.
"Namun, pada 25 Mei 2022 mereka ditangkap oleh aparat keamanan Thailand di kawasan perairan Pulau Lippeh, Provinsi Satun. Karena, dari hasil pemeriksaan, kapal mereka memuat 300 Kg sarang burung walet tanpa dokumen impor," katanya.
Selain itu juga kata Almuniza, para nelayan melanggar keimigrasian dan dokumen pelayaran. Dimana jumlah awak kapal tidak sesuai dengan dokumen yang tercantum dalam autward manifes dan port clearance yang diterbitkan Syahbandar Tanjung Balai Asahan.
"Selama ditahan, mereka mendapat pendampingan dari KRI Songkhla, terutama kondisi kesehatan ABK, serta memberikan bantuan kekonsuleran, termasuk menyediakan penerjemahan," sebutnya.
Almuniza mewakili Pemerintah Aceh dan masyarakat Aceh, berterima kasih kepada Konsulat RI Songkhla, KBRI Thailand, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, PWNI, BP2MI, Satgas Covid-19, serta unsur lainnya.
Sementara, Muchsin mengucapkan terimakasih kepad seluruh pihak yang telah membantu kepulangannya, baik dari Thailand, hingga sampai ke Indonesia kemudian berlanjut ke Aceh.
Dia juga menjelaskan sebenarnya dirinya bersama dua orang teman lainnya bukanlah nelayan, namun warga biasa yang saat itu tengah memancing di laut. Namun perahu yang ditumpanginya mengalami karam hingga di bantu oleh nelayan lain, yang rupanya tengah menyelundupkan sarang burung walet.
"Kami baru tahu kejadian tersebut, namun tetap ditahan oleh otoritas di Thailand," jelas dia di Kantor BPPA.