Banda Aceh – Peringatan 16 tahun Tsunami Aceh berlangsung khidmat. Kegiatan yang dilangsungkan di tengah pandemi covid-19 itu berlangsung secara sederhana.
Kegiatan tersebut dihadiri langsung oleh Forkopimda Aceh. Sebelum puncak acara dimulai, kegiatan diawali oleh Zikir bersama yang dipimpin oleh Ustadz Zamhuri. Gubernur bersama Ketua PKK Aceh Dyah Erti Idawati juga memberikan santunan kepada anak yatim.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah, mengatakan Tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 silam itu telah meninggalkan banyak duka. Namun di balik itu, ada pesan yang wajib diemban, yaitu kesadaran dan kekuatan dalam menghadapi bencana.
“Peringatan ini hendaknya menjadi media untuk membangun kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi berbagai bencana baik alam maupun bencana non alam yang kerap terjadi di negeri kita,” kata Nova dalam puncak peringatan yang dilangsungkan di Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh, Sabtu 26/12.
“Seperti bencana saat ini yang masih mengancam yaitu banjir, tanah longsor, dan termasuk yang sangat meresahkan yaitu pandemi covid-19,” lanjut Nova lagi.
Tsunami sebagai suatu kejadian besar dan sebuah ujian tentu masih berbekas di hati dan ingatan masyarakat Aceh. Namun demikian Gubernur meminta agar seluruh masyarakat untuk mengambil hikmah dari ujian tersebut, serta bertekad untuk terus bangkit dan menatap hari esok yang lebih baik.
“Kita harus terus berkarya dalam berbagai aspek kehidupan, terutama pembangunan dan pemberdayaan ekonomi keummatan,” kata Nova.
Dengan optimisme selama 16 tahun Tsunami Aceh, dapat dibuktikan bahwa masyarakat Aceh yang agamis tidak pernah berputus asa. Masyarakat mampu bangkit dari keterpurukan. Berbagai kemajuan seperti sektor pembangunan, perekonomian, pendidikan, pariwisata dan beberapa sektor unggulan lainnya telah nampak nyata ke permukaan.
Peringatan 16 Tahun Tsunami Aceh mengangkat tema “Refleksi Tsunami dan Kekuatan Masyarakat Aceh Dalam Menghadapi Pendemi Covid- 19”. Tema ini memberikan arti bahwa semangat dan daya dorong sebagai masyarakat Aceh yang terkenal religius, dapat membentuk keyakinan dan kesadaran kita atas kebesaran dan kekuasaan Allah. Selain itu Tsunami yang terjadi di Aceh mengingatkan kita bahwa negeri ini termasuk salah satu kawasan yang rawan bencana, meskipun hakikat dari musibah Tsunami adalah ujian dari Allah.
Guru Besar Ilmu Fiqh UIN Ar-Raniry, Profesor Fauzi Saleh, mengatakan bahwa Tsunami adalah tanda-tanda. Banyak makna luar biasa yang bisa dipetik, di antaranya adalah kesabaran.
“Hari lalu saat Tsunami dan hari ini saat pandemi, kita harus sabar. Sabar adalah menanggung sesuatu tanpa harus mengeluh dan berkeluh kesah,” kata Profesor Fauzi Saleh.
Tsunami kata Fauzi Saleh adalah ujian, sebagaimana hidup sebagai lembaran ujian yang harus terus dijalani. Musibah tersebut adalah cara Allah menguji manusia dengan tujuan meningkatkan derajat manusia.
“Dengan memberikan ujian, Allah mengangkat harkat dan martabat kita,” kata Fauzi. “Seandainya anda bersabar maka kita akan mendapatkan kenikmatan sebagaimana samudera yang tidak bertepi.”
Buah dari kesabaran masyarakat Aceh, kata beliau telah menampakkan hasil. Di 16 tahun peringatan Tsunami melanda Aceh, berbagai kemajuan telah terlihat. Fauzi berharap musibah baik Tsunami maupun pandemi bisa memperkuat kebersamaan sesama masyarakat Aceh dan semakin memperkuat kedamaian di antara sesama masyarakat.
Lebih jauh Fauzi juga mengingatkan bahwa di tengah pandemi seperti saat ini, memilih takdir menjadi suatu keharusan. Takdir kata dia, seumpama orang yang menggembala. Ia mengumpamakan sebuah lahan yang satu sisinya hijau dan gersang di sisi lainnya. “Menggembala di lahan hijau dan gersang adah takdir yang dipilih. Maka kemudian di sinilah ada yang namanya ikhtiar. Tidak ada yang sia-sia ketika seorang manusia berusaha,” kata guru besar Ilmu Fiqh tersebut.
“Sehat adalah mahkota yang baru terasa ketika kesehatan tidak ada lagi. Dengan usaha kita Allah menjauhkan dari penyakit,” ujar Fauzi Saleh.