Banda Aceh – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Bintang Puspayoga, mengapresiasi Gubernur Aceh Nova Iriansyah atas komitmennya dalam upaya melindungi perempuan dan anak di Aceh.
Hal itu disampaikan Bintang Puspayoga setelah mendengar penjelasan Gubernur Aceh terkait upaya kerjasama lintas sektoral yang dilakukan Aceh untuk sinkronisasi pelaksanaan perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan dalam konflik sosial.
“Saya ingin sampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Gubernur yang tadi sudah menyampaikan langkah-langkah terhadap upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ujar Menteri Bintang dihadapan Gubernur Aceh saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Konflik Sosial di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Kamis, 26/11/ 2020.
Menteri PPPA menyatakan, Pemerintah Indonesia terus berupaya memberdayakan perempuan di negara ini dan memberikan perlindungan terhadap anak. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS).
Menteri menyebutkan, perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik bertujuan untuk melindungi, menghormati, dan menjamin hak asasi perempuan dan anak dalam penanganan konflik.
Dalam Perpres itu dijelaskan bahwa penyelenggara perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, kementerian dan lembaga terkait, serta pemerintah daerah.
Sementara itu, Gubernur Aceh saat memberikan sambutannya pada pembukaan Rakornas itu menyebutkan, kehadiran Menteri Bintang Puspayoga ke Aceh sebagai kunjungan yang cukup strategis dalam mendukung dan memajukan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Aceh.
Hal itu mengingat Aceh pernah mengalami konflik bersenjata selama puluhan tahun yang disebut cukup berdampak terhadap perempuan dan anak.
Di hadapan Menteri, Gubernur Nova menyatakan komitmen Pemerintah Aceh dalam berbagai langkah perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Gubernur menyebutkan, tak dapat dipungkiri bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh masih relatif tinggi. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak atau SIMFONI PPA pada tahun 2019 ada 1.067 kasus dan per Oktober 2020 ada 396 kasus yang terlapor.
“Perempuan dan anak cenderung lebih rentan terhadap bentuk-bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual, apalagi di daerah rawan konflik sosial,” kata Gubernur.
Oleh karenanya, lanjut Gubernur, dalam rangka penyelamatan, perlindungan, rehabilitasi, pemenuhan hak dasar dan spesifik perempuan serta anak, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah diberikan amanah dalam penanganan konflik sosial berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS).
Perpres tersebut menjadi acuan dasar dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan berbasis gender di wilayah konflik, serta memfasilitasi peningkatan kapasitas maupun peran perempuan dan anak dalam upaya pencegahan konflik kekerasan dan membangun perdamaian berkelanjutan.
Gubernur juga menyatakan, selaras dengan prioritas pembangunan Aceh yaitu pembangunan sumber daya manusia, reformasi birokrasi, dan penguatan perdamaian, P3AKS telah dilaksanakan oleh beberapa Satuan Kerja Perangkat Aceh.
“Adapun program dan kegiatan perlindungan yang dimaksud dalam P3AKS adalah upaya pencegahan dan penanganan segala bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi,” katanya.
Sedangkan pemberdayaan adalah upaya penguatan hak asasi, peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan partisipasi perempuan maupun anak dalam membangun perdamaian.
Perempuan dan anak, kata Gubernur, berhak mendapatkan perlindungan atas hak asasinya, bebas dari penyiksaan, ancaman, tekanan, serta mendapat kemudahan perlakuan, kesempatan, maupun manfaat yang sama guna mencapai keadilan dan kesejahteraan hidup.
Namun begitu, permasalahan dan tantangan yang dihadapi terkait perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan disebut sangat kompleks.
Untuk mengatasinya, diperlukan penanganan efektif melalui kerjasama lintas sektoral dan melibatkan para pemangku kepentingan mulai dari tingkat terbawah yakni keluarga.
“Untuk sinkronisasi pelaksanaan perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan dalam konflik sosial, di tingkat provinsi akan dibentuk Kelompok Kerja atau Pokja P3AKS, yang bersinergi dengan Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (Timdu PKS) di Badan Kesbangpol,” ujar Gubernur.
Sesuai fungsinya, P3AKS akan menjadi bagian dari PKS dan kegiatan P3AKS menjadi bagian dari rencana aksi Timdu PKS.
Gubernur berharap, dengan penajaman program dan kegiatan yang ada, yaitu memprioritaskan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta penguatan kelembagaan, akan cepat merespon maupun menyelesaikan secara damai permasalahan yang berpotensi menimbulkan konflik.
Selain itu, selaras dengan semangat mempercepat penguatan kelembagaan di tengah masyarakat dan mendaratkan kebijakan sampai tingkat desa, Pemerintah Aceh juga berkomitmen melakukan pendampingan kepada kabupaten dan kota.
Rakornas itu selain dihadiri Menteri PPPA juga diikuti Ketua TP PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Nevi Ariyani, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Muhammad Iswanto, perwakilan unsur Forkopimda, serta sejumlah pihak dari organisasi terkait perempuan dan anak.
Selain itu, Rakornas tersebut juga diikuti secara daring oleh seluruh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di masing-masing Provinsi di Indonesia.