Mustafa dan Heriyandi, dua Masyarakat Aceh yang kembali Dipulangkan BPPA dari Jakarta

Heriyandi dan Mustafa (tengah) berfoto bersama staff BPPA, di depan Kantor BPPA, di Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 28 Maret 2022.

PRESS RILIS

 

 

Jakarta - Pemerintah Aceh melalui Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) kembali memfasilitasi pemulangan dua warga Aceh dari Jakarta, karena kurang mampu, yakni Mustafa (37) dan Heriyandi (42).

Keduanya merupakan warga Aceh yang membutuhkan bantuan Pemerintah agar dapat pulang Ke Aceh. Mustafa yang berasal dari Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe itu harus kalah dengan ibukota. Dia terpaksa pulang kampung setelah gagal mengadu nasibnya di belantara ibukota.

Heriyandi juga harus takluk. Lelaki kepala empat itu adalah warga Meunasah Geudong, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara. 

Mereka berdua dipulangkan lewat jalan darat dengan menumpangi bus Putra Pelangi, melalui terminal bus Pulo Gebang, Jakarta Timur, Senin, 28 Maret 2022 hari ini.

“Dia diperkirakan akan tiba di Aceh sekitar lima hari ke depan. Semoga selamat sampai tujuan,” kata Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) Almuniza Kamal S.STP, M.Si, didampingi Kasubbid Hubungan Antar Lembaga dan Masyarakat, Cut Putri Alyanur.

Almuniza mengatakan, pemulangan dua warga Aceh Utara dan Lhokseumawe ini, karena tidak memiliki biaya hidup lagi di Ibukota Jakarta. Sehingga meminta bantuan tiket pulang ke Aceh.

"Pemulangan warga kurang mampu ini, kita hanya memfasilitasi tiket bus saja hingga ke Aceh," katanya.

Almuniza mengatakan, pemulangan masyarakat Aceh yang kurang mampu di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya itu merupakan amanah Gubernur Aceh Nova Iriansyah.

"Itu yang selalu kita lakukan membantu warga Aceh di perantauan terutama yang kurang mampu, seperti yang mereka alami dipulangkan dari Jakarta," ujarnya.

Sementara, Mustafa bercerita terkait kepulangannya ke Aceh. Dia mengaku tiga bulan yang lalu awalnya menjadi buruh di sebuah perusahaan kebun tebu di kawasan Jombang, Jawa Timur. Namun karena tidak mendapat imbalan apapun, terpaksa berhenti dari perusahaan itu.

"Selama di sana saya bersama pekerja lainnya hanya meminjam uang di koperasi perusahaan. Nanti pihak perusahaan yang membayarnya ke koperasi itu," katanya.

Ia menambahkan, karena tidak memiliki kejelasan di perusahaan tersebut. Sehingga mengambil keputusan untuk meninggalkan Jawa Timur, dan pulang ke Aceh.

"Saya dari Jawa Timur hanya menumpang sejumlah mobil pengangkut barang di jalan. Dan sudah berada di Jakarta sejak sebulan yang lalu," katanya.

Selama di Jakarta, ujar Musfata, ia tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dengan menumpang di lapak-lapak jualan para pedangang milik warga Aceh.

"Untuk biaya hidup sehari-hari di Jakarta dibantu oleh warga Aceh yang berjualan Pasar Minggu. Kadang-kadang mereka membeli makan juga" katanya.

Sementara, Heriyandi mengatakan ke Ibukota Jakarta sejak dua tahun lalu. Dirinya sempat menjadi penjual mie Aceh di daerah Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, milik orang Aceh di sana.

"Sekitar setahun lebih saya kerja jadi penjual mie Aceh. Namun, karena tanah tempat jualan itu milik pemerintah daerah setempat, maka lapak jualannya dibongkar," kata Heriyandi.

Selanjutnya, Heriyandi yang ingin memperoleh penghasilan untuk menghidupi keluargnya di kampung, terpaksa bekerja membantu jualan pisang di pasar Ciputat, Tangerang Selatan, sekitar beberapa bulan.

"Kemudian saya baru ke Pasar Minggu, membantu orang jualan pisang juga," sebut Heriyandi yang tempat tinggalnya hanya di lapak dagangan orang di pasar Minggu.

Dengan pemulangan ini, keduanya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Aceh, terutama Badan Penghubung Pemerintah Aceh, karena sudah membantu pemulangan mereka.